Uncategorized

D-100: Bahan Bakar Sawit yang Ramah Lingkungan

PT Pertamina berhasil memproduksi 100% biofuel / D-100. Hasil pengujian bahan bakar nabati / D-100 ini juga memuaskan dan menunjukkan banyak keunggulan dibandingkan bahan bakar minyak.

Dalam pernyataan tertulis Pertamina, D-100 Pertamina memiliki angka setana yang sangat tinggi, dengan maksimum 79. Oleh karena itu, diyakini dapat digunakan sebagai bahan bakar campuran untuk menghasilkan kinerja kendaraan yang lebih baik.

Bahan bakar jenis ini terbuat dari 100% bahan tanaman kelas satu di Indonesia membutuhkan waktu yang lama. Setidaknya itu lulus serangkaian tes laboratorium dan lapangan. Misalnya, proses produksi percobaan yang dilakukan dari 2 hingga 9 Juli 2020 adalah tes ketiga setelah RBDPO diuji hingga 7,5% dan 12,5% melalui pemrosesan bersama.

Setelah uji klinis, Pertamina selanjutnya melakukan uji kinerja (road test) pada bahan bakar D-100. Hasilnya cukup menggembirakan. Budi Santoso Syarif, wakil presiden PT Pertamina International Refinery (KPI), mengatakan: “Hasil uji emisi kendaraan menunjukkan bahwa opacity ketika dicampur dengan D-100 turun dari 2,6% menjadi 1,7%.”

Selain itu, selama pengujian, pengguna kendaraan juga menjaga kenyamanan saat menggunakan kendaraan. Di antara mereka, tidak ada “kebisingan yang berlebihan” selama mengemudi, daya tarik mesin masih kuat, dan gas buang tetap bersih bahkan pada RPM tinggi.
Tes kinerja ini dilakukan pada 14 Juli 2020 untuk uji 200 kilometer, menggunakan output kendaraan bertenaga diesel 2017 MPV.

Adanya hasil tes kinerja yang baik membuktikan bahwa D-100 Pertamina dapat memenuhi permintaan Indonesia untuk “energi hijau”. Ini tentu saja sejalan dengan rencana administrasi Presiden Jokowi untuk menyediakan bahan bakar ramah lingkungan.

Anehnya, perusahaan milik negara kita di sektor minyak dan gas tidak hanya puas dengan pencapaian ini. Karena setelah keberhasilan produksi D-100, Pertamina terus bergerak maju dan bersiap untuk memproduksi “energi hijau” lainnya dari kilang domestik dalam beberapa tahun mendatang, seperti Green Gasoline dan Green Avtur.

Ini adalah proyek pertama di dunia yang memperhitungkan skala operasi yang tidak pernah mengubah minyak sawit menjadi bensin hijau. Meskipun uji coba pengolahan minyak kelapa sawit menjadi Green Avtur akan dilakukan di kilang Cilacap pada akhir tahun 2020.

Melihat ke masa depan, Pertamina tidak hanya akan menggunakan CPO atau minyak sawit untuk mengembangkan energi hijau, tetapi juga menggunakan ganggang, gandum, sorgum dan sumber daya lainnya untuk mengembangkan energi hijau.

Pada prinsipnya, perusahaan milik negara ini akan terus menggunakan semua sumber daya alam dalam negeri untuk mendukung kemandirian dan kedaulatan energi nasional. Jelas bahwa hanya mengolah minyak sawit menjadi bahan bakar memiliki manfaat besar. Karena total konten domestik (TKDN) sangat tinggi.

Ini karena kelapa sawit adalah bahan baku domestik, dan transaksinya dilakukan dalam mata uang rupiah Indonesia, sehingga akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebagai contoh, rencana pencampuran bahan bakar nabati yang diterapkan pada tahun 2019 telah menyelamatkan cadangan devisa negara 43,8 triliun rupiah.Tujuan Pertamina adalah menghemat 63,4 triliun rupiah dalam cadangan devisa dan menyerap 1,2 juta orang dalam pekerjaan.

Jika proyek ini berhasil, maka akan membuat Indonesia merdeka dan mencapai kedaulatan energi. Mari kita dukung dan doakan agar Indonesia bisa menjadi negara maju yang menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.

Terima kasih telah membaca artikel Feromonsawit. Simak artikel-artikel kami selanjutnya. Feromonsawit juga menyediakan feromon kumbang tanduk untuk mengendalikan hama kumbang tanduk di lahan. Untuk menjaga produksi, pengendalian hama kumbang tanduk dapat dilakukan dengan Suteki 90.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *